Ia juga menekankan bahwa kandidat yang merasa dirugikan memiliki opsi lain untuk menempuh upaya hukum, seperti mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) guna memperoleh putusan hukum tetap. Langkah ini, menurutnya, berada di luar kewenangan KPU dan merupakan hak kandidat memperjuangkan kepentingannya melalui jalur hukum.
“Bukan KPU yang harus inisiatif ke pihak yang berwenang menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu, itu keliru menurut saya. Dalam memandang hukum, pasti setiap orang memiliki pandangan yang berbeda,” ungkapnya. Ia menambahkan, Pasal 133 ayat 1 dan 2 Peraturan PKPU nomor 8 tahun 2024 digunakan pada saat pendaftaran pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Palopo.
“Pasal 133 yang saya maknai adalah turunan dari Pasal 130, 131, dan 132 sehingga muncul Pasal 133. Pasal 130 itu terkait pelaksanaan ketentuan pendaftaran,” jelasnya. Pasal tersebut mengatur proses pendaftaran calon, masa perbaikan, masa administrasi, serta masa verifikasi. Menurutnya, yang dimaksud Bawaslu adalah temuan terkait adanya persyaratan pencalonan yang tidak dipenuhi salah satu calon. “Itu rekomendasi, kita tidak lagi membahas soal surat tanda tamat belajar, bukan soal sah atau tidaknya ijazah, tapi soal temuan Bawaslu tentang adanya unsur syarat pencalonan yang tidak dipenuhi salah satu calon,” tandasnya.
Sebelumya, Ketua KPU Palopo, Irwandi Djamudin, menjelaskan bahwa Pasal 133 ayat 1 Peraturan PKPU nomor 8 tahun 2024 menyatakan aduan atas dugaan ketidakbenaran ijazah di semua jenjang pendidikan terhadap pasangan calon kepala daerah setelah penetapan harus dilanjutkan ke pihak berwenang hingga ada kekuatan hukum tetap dari pengadilan.
“Itu dasar hukum kami bersikap karena rekomendasi Bawaslu ini muncul setelah adanya penetapan pasangan calon. Maka dari itu, sesuai Pasal 133 PKPU nomor 8 tahun 2024, jika itu terjadi, kami meneruskan ke instansi yang berwenang hingga ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap,” imbuhnya. (*)